Tauhid Islam , Antara Muslim dan Kafir
Pendahuluan
Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhoi Alloh SWT adalah agama yang mengajarkan kepada
umatnya agar mengEsakan Alloh. Selain itu, islam juga mengajarkan kepada
umatnya agar menghormati keyakinan dari orang lain. sehingga dapat dikatakan
islam tidak memaksakan kepada setiap orang untuk memeluk agama islam. Dan seiring dengan perkembangan zaman, islam
berkembang dan menyebar diseluruh dunia. Dan didalam Islam sendiripun
berkembang pula berbagai macam aliran dengan bergai hasil pemikirannya
masing-masing. Yang terkadang antara satu aliran dengan aliran yang lainnya
saling berbeda pendapat. Dalam pembahasan ini akan dijelaskan secara sekilas
aliran-aliran tersebut dan hasil pemikiran-pemikirannya yang terkadang saling
berbeda pandangan.
Pembahasan
Dalam islam seiring dengan perkembangan zaman, berkembang pulalah
berbagai aliran. Diantara aliran-aliran tersebut terdapat aliran yang berkembang
di zaman sahabat. Berikut adalah aliran-aliran tersebut.
a.
Khawarij ,
aliran ini timbul setelah perang shiffin antara Ali dan Mu’awiyah. Peperangan itu
diakhiri dengan gencatan senjata, untuk mengadakan perundingan antara kedua
belah pihak (arbitrase). Golongan
Khawarij adalah pengikut Ali yang tidak setuju dengan adanya gencatan senjata
dan perundingan itu. Mereka memisahkan diri dari pihak Ali,dan jadilah
penentang Ali Mu’awiyah. Mereka mengatakan Ali tidak konsekuen dalam membela
kebenaran. Aliran
khawarij hanya mengembangkan metode berfikir literal atau hanya memahami ayat
secara tersurat[1].
b.
Aliran Murji’ah, Aliran ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya
yang tidak mau dalam upaya kafir
mengkafirkan terhadap orang-orang yang
melakukan dosa besar, sebagaimana hal itu dilakukan oleh aliran
khawarij[2].
Maka golongan Murji’ah
orang yang menunda atau menangguhkan penjelasan kedudukan orang yang
bersengketa yakni Ali dan Mu’awiyah serta pasukanya. Aliran
murji’ah bersikap netral.
c.
Aliran Mu’tazilah, Muktazilah berasal dari kata i’tizal
yang berarti menunjukkan kesendirian, kelemahan, keputusasaan, atau
mengasingkan diri. Salah satu pelopor aliran mu’tazilah bernama washil bin atha’ (yang juga
murid hasan al-bashri) memisahkan diri dari kelompok yang diselenggarakan oleh
hasan al-bashri. Dalam sebuah riwayat, hasan al bashri berkomentar “i’tazala
anna” (dia mengasingkan diri dari kami). Aliran mu’tazilah lebih mengedepankan akal daripada
al-qur’an dan hadis.
d.
Aliran Asy’ariyah, Aliran ini merupakan sempalan dari aliran mu’tazilah. Nama Asy’ariah
diambil dari nama Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari yang lahir di kota
Irak pada tahun 206 H/873 M. Pada awalnya aliran Asy’ariah ini berguru kepada
tokoh mu’tazilah waktu itu, yang bernama Abu ali al-jubbai. Dalam pelajaran itu
ia membandingkan berbagai pemikiran yang telah ada dan ilmu yang sedang
berkembang. Aliran asy’ariyah mengutamakan wahyu
dibandingkan akal.
e.
Aliran Maturidiyah, Nama aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur
Muhammad bin Muhammad, kelahiran Maturid di kota kecil di daerah Samarkanad
(termasuk daerah Uzbekistan, Sovyet sekarang) kurang lebih pada pertengahan
abad ke tiga hijrah dan ia meninggal dunia di kota Samarkanad pada tahun 333 H. Aliran maturidiyah tetap menggunakan dalil nas. Namun, tetap mengedepankan
akal[3].
Islam tidak terbatas pada kamu kafir, kamus musyrik dll. Islam
dengan segala pernak-perniknya merupakan sebuah seni abstrak yang tidak
bernilai. Maka dari itu dengan itulah sudah menjadi sebuah tugas bagi kita
untuk mensikapinya. Kita tidak bisa memaksakan kehendak kita, kita tidak bisa
hanya melihat suatu hal dari satu sisi, tanpa melihat sisi yang lainnya. Kita
bertauhid dengan keislaman kita, namun menghormati pemikiran ber-Islam yang
lainnya.
Kesimpulan
Telah disebutkan diatas aliran-aliran dan metode berfikirnya.
Dari masing-masing aliran memiliki pendapat yang berbeda. Bahkan terdapat salah
satu aliran yang menyatakan bahwa selain dari muslim adalah kafir. Hal tersebut
tentunya sebuah keniscayaan. Karena Islam tidaklah terbatas pada Kamu Muslim
dan Kamu kafir. Hal tersebut tentunya tidaklah mengapa. Apakah lantas mereka
dengan kekafirannya akan menyebabkan terputusnya silaturrahmi ?. Hal tersebut
justru merupakan suatu kesalahan karena Alloh memerintahkan agar senantiasa
bersilaturrahmi dengan siapapun. Tanpa membeda-bedakan agama, ras budaya dan
kelompok. Karena Alloh telah menciptakan umat manusia berbeda-beda untuk
menjadikan kita dewasa. Maka dari tugas bagi kita adalah mensikapi bagaimana
adanya perbedaan tersebut.
Daftar Pustaka
A. Hanafi, M.A. Theology Islam.
Jakarta: Pustaka AL-HUSNA, 1980.
Al-Mishri, Muhammad Abdul Hadi. Manhaj dan
Aqidah ahlussunnah wal jama’ah. Jakarta: Gema Insani Press, 1994.
Hanafi, Ahmad. Teologi Islam. Jakarta:
PT. Bulan Bintang, 1974.
Mu’in, Taib Thahir Abdul. Ilmu Kalam.
Jakarta: Penerbit Widjaya, 1964.
Komentar
Posting Komentar